Senin, 02 Agustus 2010

Nafas Cinta Sang Kekasih

Quthuz adalah sebuah ironi perang. Mungkin malah yg paling unik. Lelaki itu menaklukkan gelombang invasi paling mengerikan dalam sejarah islam dalam perang 'Ain Jalout; ia mengakhiri riwayat petualangan berdarah cucu Jengis Khan di dunia Islam. Maka ia digelari AlMuzhaffar: sang pemenang, AlMuzaffar Quthuz.

Tetapi lelaki ini justru 'mengalah' dgn senang hati saat salah seorang komandan perang nya, Baebarz, hendak membunuhnya. Ia bahkan menyerahkan kerajaan dan kepemimpinan mesir ke tangan Baebarz sebelum terbunuh. Dan Baebarz pun mendapatkan gelar yg sama: AlMuzaffar Baebarz.

Walaupun masa kerajaanya di mesir dikenal sebagai era kerajaan para budak ('ashr al mamaaliik), Quthuz sebenarnya bukan seorang budak. Ia adalah ponakan Saja Jalaluddin Khawarizmi, pemimpin kerajaan di asia tengah yg ditaklukkan pertama kali oleh Jengis Khan sebelum membumihanguskan Baghdad. Cendan menanamkan tekad pembalasan pada jiwa nya. Maka ketika ia akhirnya mengambil alih kerajaan mesir dari klan Ayyubiyyah. ia hanya punya satu agenda: menghabisi Tartar!

Dendam itu selesai. Tapi bukan karena itu ia menyerah pada Baebarz. Ia hanya lebih baik mati daripada melanjutkan hidup. Sebab kekasihnya, Gelanar, terbunuh dalam pertempuran itu. Syahidah yg meneriakkan "waa-islamaah" itu berhasil membangkitkan kembali semangat juang pasukan muslim saat mereka hampir kalah. Ia pun jadi target pasukan Tartar. Dan ia syahidah.

Kematian Gelanar seperti membawa nafas kehidupan dalam ruh Quthuz. Hidup tak lebih baik daripada mati, setelah itu, sang kekasih telah pergi membawa semua bunga dari taman kehidupanya. Tak ada sisa. Maka tak ada asa. Dari cintalah kita menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup: karena ada kekasih yg menerangi jiwa, seperti matahari menyalakan bumi, seperti bunga menghidupkan taman.

Kalau cinta mempertemukan jiwa di alam ketinggian, maka perpisahan di alam dunia adalah siksaan jiwa bagi para pecinta. Kalau mata tidak saling memandang, maka jiwa dan jiwa pasti tersiksa rindu. Kalau rindu mungkin masih berujung pertemuan di alam dunia, itu tanda hidup masih menyisakan harap.

Tapi kalo sang kekasih telah mati, tidak ada surat yg akan terkirim: darinya padamu, atau darimu padanya. Perpisahan begitu takkan berujung pertemuan di akan dunia. Ruang pertemuan yg tersisa hanya satu: alam akhirat. Maka kematian adalah jalan jiwa para pecinta sejati: jalan damai yg disediakan Allah untuk membebaskan mereka dari siksaan perpisahan. Kematian begitu adalah rahmat bagi para pecinta sejati. Itulah jalan jiwa Quthuz. []

Tarbawi edisi khusus. Keajaiban surat cinta. rubrik REFLEKSI ANIS MATTA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar