Senin, 02 Agustus 2010

PENDEKAR SYAIR BERDARAH

Heninglah jiwaku sebab langit takkan pernah mendengar mu. Tenang lah, sebab kemenyan telah dibakar oleh tangisan kesedihan. Ia takkan melahirkan simponi dan melodi mu. Tenang lah, sebab seringai malam tak mengindahkan mister misteri bisikan mu, dan arak arakan hantu takkan berhenti di depan mimpi mu.

Heninglah jiwaku, tetaplah hening sampai fajar merah. Sebab barang siapa yg menanti fajar dengan kesabaran, akan menemukan fajar dgn sepenuh kekuatan. Siapa yg mencintai cahaya, akan dicintai cahaya maha cahaya.

Heninglah jiwaku, dan dengarkanlah aku bicara, dalam mimpi ku renung i camar bersenandung, seolah olah ia terbang rendah melintasi gunung api yg menghajar bumi. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, kembang teratai mengeluarkan mahkota nya diatas salju. Kusaksikan dgn mata kepala, sejuta bidadari telanjang dada menari diantara makam. Kusaksikan sendiri anak anak tertawa bermain tengkorak iblis.

Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri semua ini dalam mimpi. Tatkala bangun dan menyaksikan diriku, kulihat sebuah gunung api meletus, namun tak terdengar camar bersenandung, bahkan juga tak kulihat ia terbang tinggi.

Kusaksikan dgn mata kepala, langit berhiaskan salju, sawah sawah dan lembah diselimuti serumpun teratai yg putih beku. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, makam berbaris baris, timbul didepan kesunyian zaman. Namun tak kukira satupun tak bergoyang menari, juga tak satupun yg tertunduk berdoa. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri tengkorak segunung, namun tak satupun yg tertawa kecuali angin lalu.

Terbangun, yg kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri hanya kesedihan dan duka, kemana perginya mimpi mimpi kesenangan dan kegembiraan tadi? Kenapa kemegahan mimpi mimpi itu sirna, dan bagaimana mungkin pemandangan pemandangan itu lenyap?

Bagaimana jiwa dapat bertahan sampai hantu keinginan dan harapan nya bangun dalam tidurnya?

Heninglah jiwaku sampai fajar menyingsing. Tenang lah, sebab badai yg gelisah mengejek kedalamanmu dan gua gua lembah takkan menggemakan suaramu.

Heninglah jiwaku sampai fajar, maka fajar akan merangkul mu penuh kerinduan. Fajar merah telah merekah, hatiku.. Bicaralah jika kau mampu bicara. Inilah iring iringan fajar, hatiku !
Apakah malam yg hening akan tertahan di kedalaman hatimu untuk bersenandung menyambut fajar?

Lihatlah, sekawanan merpati dan camar berpencar melintasi lembah. Akankah kebencian malam mengusik mu untuk terbang tinggi besama mereka? Penggembala mengiring binatang ternak mereka dari kandang dan taman. Akankah hantu hantu malam mengusik mu untuk mengikuti orang orang itu ke padang padang savana yg hijau? Para lelaki dan perawan lari lari menuju taman madu. Kenapa kamu tidak bangun dan berjalan bersama mereka?

Bangunlah hatiku, bangun dan berjalanlah bersama embun fajar, sebab malam telah lalu. Hantu hantu malam telah sirna dgn mimpi mimpi pekat nya. Bangunlah hatiku dan nyanyikan suaramu dalam lagu, sebab hanya anak anak kegelapan sajalah yg tak berhasil manunggal dgn syair dan simponi pujian sang fajar.

***

dari cerpen Kahlil Gibran: Antara Malam Dan Fajar

2 komentar:

  1. hehehe gaya bloger e ya sam----sajake sanggup menaklukan sang pujaan

    BalasHapus
  2. Ya begitulah, sekarang masih nyontek mulu. Belum bisa bikin sendiri. Maklum, tidak sekolah. Hehehe..
    Samani Hudson

    NB: mo sign in tapi lupa kata sandi. Payah !

    BalasHapus