Rabu, 04 Agustus 2010

GELETAR PERADABAN

Manusia hanyalah abdi kehidupan. Peradaban ini merengkuh hari hari nya dgn penderitaan dan kerendahan derajat. Dan memenuhi malam mereka dgn air mata dan darah.

Tujuh ribu tahun berlalu sejak aku dilahirkan, akan tetapi yg kusaksikan hanyalah abdi abdi yg patuh, dan tahanan yg terbelenggu.
Telah kujelalahi timur dan barat dunia. Aku berkelana dalam halusinasi kehidupan dan hari hari yg terang. Aku telah menyaksikan kafilah negeri negeri dan orang orang berjalan dari gua gua menuju istana mereka, akan tetapi sampai sekarang yg kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, hanyalah tangan terikat rantai, lutut di tekuk didepan berhala.
Dimanapun, disamping jejak kaki mereka di tanah, kusaksikan bekas rantai yg menyeret mereka.

Dimanapun, lembah lembah dan bukit bukit menggaungkan istana istana, alun alun, dan kuil kuil. Aku berdiri tegak di depan masjid, altar, dan mimbar. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, para pekerja menjadi abdi bagi pedagang, pedagang jadi abdi prajurit, prajurit jadi abdi warga, warga jadi abdi raja, raja jadi abdi pendeta, pendeta jadi abdi berhala, berhala dibuat dari debu oleh setan setan, dan didirikan diatas tumpukan bangkai manusia.

Aku berdiri tegak dalam aula bertahtakan manikam, aku bersimpuh di gubuk gubuk yg dihantui keputus asaan dan desah nafas kematian.

Dimanapun kusaksikan dgn jelas, para abdi digiring dalam arak arakan menuju altar, dan memanggilnya "Tuhan".
Mereka mendapat madu dan wewangian di kaki mereka, dan menyebutnya "malaikat".
Mereka membakar dupa didepan ilusinya, dan memanggilnya "nabi".
Orang orang itu rebah tak berdaya dihadapanya, dan menyebutnya "supremasi hukum".
Orang orang itu berperang dan membunuh untuknya, dan menyebutnya "pahlawan".
Orang orang itu menyerah pada kemauanya, dan menyebutnya "wali Tuhan di bumi".
Mereka lalu membakar rumah rumah mereka dan menjebol dinding dinding (bukan dinding fb loh..) atas perintah komandanya, dan menyebutnya "persaudaraan dan persamaan".
Orang orang itu membanting tulang dan melakukan apa saja untuknya, dan menyebutnya "kemakmuran dan perdagangan".

Sesungguhnya ia punya banyak nama, akan tetapi hanya ada satu kenyataan. Satu muka, abdi tanpa awal, tanpa akhir, timbul dgn banyak gejala yg saling bertentangan dan rasa sakit yg berbeda beda, diwarisi oleh putra putra dari orang tua mereka, seperti mereka mewarisi nafas kehidupan. Tahun tahun menerima benih nya dalam tanah tahun sebelumnya, seperti hal nya musim menuai apa yg disemai musim sebelumnya.

Alangkah anehnya jenis dan golongan peradaban yg aku temui ini. Peradaban buta, peradaban manusia masa kini yg yakin pada masa lalu leluhurnya, menyembah pada adat yg buta, membuat mereka menjadi jasad baru bagi ruh ruh kuno, makam peleburan bagi belulang yg memutih.

Tatkala aku telah lelah mengikuti generasi demi generasi, dan letih menyaksikan pawai kampung dan negri, aku duduk sendiri di lembah hantu, tempat memori generasi generasi masa lalu bersembunyi, dan ruh masa depan terbaring menanti. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, sesosok hantu kurus berjalan sendiri menatap wajah metari. Aku bertanya kepadanya, "siapakah engkau? Siapa namamu?"
ia menyahut, "namaku kemerdekaan".
Aku bertanya lagi, "dimana gerangan anak anak mu?"
ia menjawab, "yg satu mati dikorbankan, satunya lagi mati sebab gila, dan tak ada lagi yg lahir".
Ia lalu minggat dari hadapanku, dibalik selimut kabut malam. []

dari kumpulan cerpen Kahlil Gibran
Cinta Sepanjang Masa

***

konon katanya, Kahlil Gibran itu banyak julukan, diantaranya adalah ia dijuluki "si kufur". Ya mungkin karena cerpen diatas itu.

Senin, 02 Agustus 2010

Nafas Cinta Sang Kekasih

Quthuz adalah sebuah ironi perang. Mungkin malah yg paling unik. Lelaki itu menaklukkan gelombang invasi paling mengerikan dalam sejarah islam dalam perang 'Ain Jalout; ia mengakhiri riwayat petualangan berdarah cucu Jengis Khan di dunia Islam. Maka ia digelari AlMuzhaffar: sang pemenang, AlMuzaffar Quthuz.

Tetapi lelaki ini justru 'mengalah' dgn senang hati saat salah seorang komandan perang nya, Baebarz, hendak membunuhnya. Ia bahkan menyerahkan kerajaan dan kepemimpinan mesir ke tangan Baebarz sebelum terbunuh. Dan Baebarz pun mendapatkan gelar yg sama: AlMuzaffar Baebarz.

Walaupun masa kerajaanya di mesir dikenal sebagai era kerajaan para budak ('ashr al mamaaliik), Quthuz sebenarnya bukan seorang budak. Ia adalah ponakan Saja Jalaluddin Khawarizmi, pemimpin kerajaan di asia tengah yg ditaklukkan pertama kali oleh Jengis Khan sebelum membumihanguskan Baghdad. Cendan menanamkan tekad pembalasan pada jiwa nya. Maka ketika ia akhirnya mengambil alih kerajaan mesir dari klan Ayyubiyyah. ia hanya punya satu agenda: menghabisi Tartar!

Dendam itu selesai. Tapi bukan karena itu ia menyerah pada Baebarz. Ia hanya lebih baik mati daripada melanjutkan hidup. Sebab kekasihnya, Gelanar, terbunuh dalam pertempuran itu. Syahidah yg meneriakkan "waa-islamaah" itu berhasil membangkitkan kembali semangat juang pasukan muslim saat mereka hampir kalah. Ia pun jadi target pasukan Tartar. Dan ia syahidah.

Kematian Gelanar seperti membawa nafas kehidupan dalam ruh Quthuz. Hidup tak lebih baik daripada mati, setelah itu, sang kekasih telah pergi membawa semua bunga dari taman kehidupanya. Tak ada sisa. Maka tak ada asa. Dari cintalah kita menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup: karena ada kekasih yg menerangi jiwa, seperti matahari menyalakan bumi, seperti bunga menghidupkan taman.

Kalau cinta mempertemukan jiwa di alam ketinggian, maka perpisahan di alam dunia adalah siksaan jiwa bagi para pecinta. Kalau mata tidak saling memandang, maka jiwa dan jiwa pasti tersiksa rindu. Kalau rindu mungkin masih berujung pertemuan di alam dunia, itu tanda hidup masih menyisakan harap.

Tapi kalo sang kekasih telah mati, tidak ada surat yg akan terkirim: darinya padamu, atau darimu padanya. Perpisahan begitu takkan berujung pertemuan di akan dunia. Ruang pertemuan yg tersisa hanya satu: alam akhirat. Maka kematian adalah jalan jiwa para pecinta sejati: jalan damai yg disediakan Allah untuk membebaskan mereka dari siksaan perpisahan. Kematian begitu adalah rahmat bagi para pecinta sejati. Itulah jalan jiwa Quthuz. []

Tarbawi edisi khusus. Keajaiban surat cinta. rubrik REFLEKSI ANIS MATTA.

PENDEKAR SYAIR BERDARAH

Heninglah jiwaku sebab langit takkan pernah mendengar mu. Tenang lah, sebab kemenyan telah dibakar oleh tangisan kesedihan. Ia takkan melahirkan simponi dan melodi mu. Tenang lah, sebab seringai malam tak mengindahkan mister misteri bisikan mu, dan arak arakan hantu takkan berhenti di depan mimpi mu.

Heninglah jiwaku, tetaplah hening sampai fajar merah. Sebab barang siapa yg menanti fajar dengan kesabaran, akan menemukan fajar dgn sepenuh kekuatan. Siapa yg mencintai cahaya, akan dicintai cahaya maha cahaya.

Heninglah jiwaku, dan dengarkanlah aku bicara, dalam mimpi ku renung i camar bersenandung, seolah olah ia terbang rendah melintasi gunung api yg menghajar bumi. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, kembang teratai mengeluarkan mahkota nya diatas salju. Kusaksikan dgn mata kepala, sejuta bidadari telanjang dada menari diantara makam. Kusaksikan sendiri anak anak tertawa bermain tengkorak iblis.

Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri semua ini dalam mimpi. Tatkala bangun dan menyaksikan diriku, kulihat sebuah gunung api meletus, namun tak terdengar camar bersenandung, bahkan juga tak kulihat ia terbang tinggi.

Kusaksikan dgn mata kepala, langit berhiaskan salju, sawah sawah dan lembah diselimuti serumpun teratai yg putih beku. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri, makam berbaris baris, timbul didepan kesunyian zaman. Namun tak kukira satupun tak bergoyang menari, juga tak satupun yg tertunduk berdoa. Kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri tengkorak segunung, namun tak satupun yg tertawa kecuali angin lalu.

Terbangun, yg kusaksikan dgn mata kepalaku sendiri hanya kesedihan dan duka, kemana perginya mimpi mimpi kesenangan dan kegembiraan tadi? Kenapa kemegahan mimpi mimpi itu sirna, dan bagaimana mungkin pemandangan pemandangan itu lenyap?

Bagaimana jiwa dapat bertahan sampai hantu keinginan dan harapan nya bangun dalam tidurnya?

Heninglah jiwaku sampai fajar menyingsing. Tenang lah, sebab badai yg gelisah mengejek kedalamanmu dan gua gua lembah takkan menggemakan suaramu.

Heninglah jiwaku sampai fajar, maka fajar akan merangkul mu penuh kerinduan. Fajar merah telah merekah, hatiku.. Bicaralah jika kau mampu bicara. Inilah iring iringan fajar, hatiku !
Apakah malam yg hening akan tertahan di kedalaman hatimu untuk bersenandung menyambut fajar?

Lihatlah, sekawanan merpati dan camar berpencar melintasi lembah. Akankah kebencian malam mengusik mu untuk terbang tinggi besama mereka? Penggembala mengiring binatang ternak mereka dari kandang dan taman. Akankah hantu hantu malam mengusik mu untuk mengikuti orang orang itu ke padang padang savana yg hijau? Para lelaki dan perawan lari lari menuju taman madu. Kenapa kamu tidak bangun dan berjalan bersama mereka?

Bangunlah hatiku, bangun dan berjalanlah bersama embun fajar, sebab malam telah lalu. Hantu hantu malam telah sirna dgn mimpi mimpi pekat nya. Bangunlah hatiku dan nyanyikan suaramu dalam lagu, sebab hanya anak anak kegelapan sajalah yg tak berhasil manunggal dgn syair dan simponi pujian sang fajar.

***

dari cerpen Kahlil Gibran: Antara Malam Dan Fajar