Genealogi Ideologis: Menelusuri Akar Tunggal Kapitalisme dan Komunisme dalam Proyek Modernitas
I. Pendahuluan: Mendefinisikan Hubungan Dialektis
Analisis terhadap Kapitalisme dan Komunisme (Marxisme Klasik) sering kali menempatkan keduanya dalam oposisi biner yang mutlak, seolah-olah keduanya lahir dari sumber-sumber filosofis dan historis yang sepenuhnya terpisah. Namun, dengan menerapkan kerangka analisis genealogis dan dialektis, terungkap bahwa kedua sistem ini, yang berjuang untuk supremasi global sepanjang abad ke-20, sesungguhnya adalah saudara kandung. Mereka berbagi DNA metodologis, aspirasi historis, dan rahim peradaban yang sama: Proyek Modernitas.
1.1. Konteks Historis dan Metafora Genealogi
Untuk memahami mengapa Kapitalisme dan Komunisme dapat disebut saudara kandung, harus diakui bahwa Marxisme muncul bukan sebagai kritik eksternal, melainkan sebagai kritik internal terhadap Modernitas, yang mana Kapitalisme adalah manifestasi ekonominya yang paling awal. Komunisme sejati, menurut visi Karl Marx, hanya dapat lahir dari krisis dan perkembangan yang diciptakan oleh Kapitalisme itu sendiri.
Sistem Kapitalisme, yang berlandaskan pada akumulasi modal dan pasar bebas, secara historis menciptakan kekuatan produktif yang sangat besar, tetapi pada saat yang sama, menciptakan kontradiksi kelas dan eksploitasi yang parah.
1.2. Kunci Metodologis: Materialisme Historis dan Dialektika
Keterkaitan geneologis ini diperkuat oleh penggunaan metode dialektika. Marxisme didasarkan pada metode Dialektika Materialisme, yang merupakan adaptasi materialis dari dialektika filosofis Jerman (Hegel). Analisis menunjukkan bahwa kedua ideologi tersebut tidak hanya bersaudara dalam isi ekonomi-politik mereka, tetapi juga dalam cara berpikir mereka tentang perubahan sosial. Keduanya memandang kemajuan sebagai hasil dari tegangan, bukan harmoni.
Kapitalisme sendiri, seperti yang digambarkan oleh David Harvey, beroperasi melalui watak Creative Destruction.
Oleh karena itu, ketika Marx merumuskan teori sejarahnya—bahwa sejarah adalah serangkaian perjuangan kelas yang didorong oleh kondisi material
II. Saudara Kandung yang Bertikai: Kapitalisme dan Komunisme
Kapitalisme dan Komunisme adalah dua proyek yang lahir dari rahim Modernitas yang sama, bersaing untuk memenuhi janji-janji yang diberikan oleh kakek dan kakek buyut mereka, namun memilih jalur yang berbeda untuk realisasinya.
2.1. Komunisme sebagai Respon Dialektis
Komunisme (Marxisme) muncul secara eksplisit sebagai respons terhadap Modernitas yang telah melahirkan Kapitalisme.
Bagi Marx dan Engels, kedua watak ini—Kapitalisme dan Komunisme sebagai kritiknya—adalah dua sisi dari koin kapitalisme yang saling berhubungan secara dialektis.
2.2. Watak Warisan Bersama (Sifat Genetik dari Modernitas)
Terlepas dari perbedaan radikal dalam mekanisme operasionalnya (pasar bebas vs. kepemilikan bersama alat produksi
2.2.1. Globalisme dan Internasionalisme
Kedua sistem memiliki tendensi global yang inheren. Kapitalisme bergerak secara logis dan historis untuk merambah ke seluruh permukaan planet, meruntuhkan batasan di seluruh penjuru dunia untuk memungkinkan akumulasi modal.
Komunisme membalas tendensi ini dengan semangat internasionalisme proletariat. Frasa penutup Manifesto Komunis, "Kaum buruh sedunia, bersatulah!"
2.2.2. Anti-Tradisionalisme dan Oposisi terhadap Identitas Keturunan
Kedua ideologi ini bersifat anti-tradisional. Kapitalis tegar cenderung memandang rendah nilai-nilai budaya dan tradisi etnik jika tidak menguntungkan, atau mengeksploitasinya secara artifisial jika menghasilkan uang.
Kesamaan mendasar mereka adalah keyakinan bahwa masyarakat harus dan dapat diubah secara radikal menuju keadaan yang rasional dan maju, yang berarti mereka berdua menolak gagasan kembali ke tatanan masa lalu yang tidak rasional atau berbasis pada feodalisme.
2.2.3. Konsep Kepemilikan yang Dimodernisasi
Kapitalisme menitikberatkan pada kepemilikan pribadi
Komunisme, sebaliknya, mendorong kepemilikan bersama atas alat-alat produksi, dengan negara atau masyarakat menjadi pengendali utama.
Tabel di bawah ini merangkum warisan bersama ini, menunjukkan bahwa meskipun tujuannya berlawanan, pangkal tolaknya adalah sama: keyakinan pada transformasi radikal yang rasional.
Tabel Perbandingan Watak Saudara Kandung
Dimensi Perbandingan | Kapitalisme | Komunisme (Marxisme Klasik) | Akar Bersama (Modernitas) |
Kepemilikan Alat Produksi | Individu/Privat (Borjuasi) | Kolektif/Negara (Kediktatoran Proletariat) | Kepemilikan harus rasional diatur untuk mencapai "kemajuan" |
Watak Global | Tendensi pasar dunia untuk akumulasi kapital | Internasionalisme proletariat ("Unite!") | Secara alami menentang batasan teritorial sempit |
Mekanisme Transformasi | Creative Destruction | Revolusi Total Menghancurkan Kelas | Keyakinan bahwa yang lama harus dihancurkan demi yang baru |
Sumber Ketidakadilan | Intervensi non-pasar atau inefisiensi | Eksploitasi Tenaga Kerja (Nilai Surplus) | Struktur sosial/ekonomi yang tidak berbasis pada Nalar Rasional |
III. Sang Bapak: Kapitalisme Industrial Abad ke-19
Jika Kapitalisme dan Komunisme adalah saudara kandung, maka Kapitalisme Industrial Abad ke-19 dan Ekonomi Politik Klasik adalah sosok bapak yang melahirkan keduanya. Sosok bapak ini menyediakan lingkungan material dan kerangka intelektual yang memungkinkan Komunisme lahir sebagai antitesis yang kuat.
3.1. Kelahiran Material "Bapak": Revolusi Industri
Revolusi Industri adalah momentum historis yang melatarbelakangi kelahiran Kapitalisme sistemik, yang secara intelektual diresmikan oleh pemikiran Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations.
Sistem produksi berbasis kelas inilah yang diidentifikasi oleh Marx sebagai sumber ketidakadilan utama.
3.2. Warisan Intelektual Bapak: Teori Nilai Kerja (LTV)
Kritik Komunisme sangat bergantung pada analisis rinci terhadap kerangka intelektual Kapitalisme. Warisan paling penting dari bapak (Ekonomi Politik Klasik) kepada anak (Marxisme) adalah Teori Nilai Kerja (Labor Theory of Value - LTV).
LTV, yang menyatakan bahwa nilai suatu komoditas ditentukan oleh total jumlah tenaga kerja yang secara sosial diperlukan untuk memproduksinya, awalnya dikembangkan oleh ekonom klasik terkemuka seperti Adam Smith dan David Ricardo.
Marx tidak menciptakan teori nilai, melainkan mengadopsi dan memutarbalikkannya. Marx menggunakan LTV untuk membuktikan eksploitasi: Di bawah Kapitalisme, kaum kapitalis mengambil untung—disebut nilai surplus—dari tenaga kerja yang tidak dibayar, sementara membayar pekerja sangat kecil untuk jam kerja yang panjang dan berat.
3.3. Kritik sebagai Antitesis: Keterasingan dan Nilai Surplus
Marxisme (Sosialisme Klasik) lahir sebagai doktrin yang meyakini bahwa manusia hanya dapat dibebaskan dari jerat Kapitalisme, di mana pekerjaan seharusnya menjadi wujud realisasi diri namun berubah menjadi de-realisasi diri, bila hak milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus melalui revolusi kaum buruh.
Peralihan dari kritik moral ke kritik material ini menunjukkan evolusi nalar yang diwarisi. Sebelum Marx, kritik terhadap ketidakadilan cenderung bersifat utopis atau etis. Marx, sebagai penganut setia nalar Modernitas, mengubah kritik ini menjadi Sosialisme Ilmiah dengan berargumen bahwa penggulingan Kapitalisme adalah keniscayaan logis yang timbul dari kontradiksi material internal Kapitalisme (resesi dan depresi yang semakin memburuk).
Marx, dalam karyanya, juga menganalisis bahwa Kapitalisme menghasilkan Keterasingan (Alienation). Para pekerja terasing dari produk kerja mereka, dari proses produksi, dari rasa kepuasan kreatif manusiawi, dan dari sesama manusia.
IV. Sang Ibu: Modernitas dan Rasionalisme
Jika Revolusi Industri adalah kondisi material bapak, maka Modernitas dan Rasionalisme adalah rahim intelektual (ibu) yang melahirkan Kapitalisme dan, sebagai respons dialektisnya, Komunisme.
Modernitas adalah proyek peradaban yang meyakini bahwa masyarakat dapat ditransformasikan dan disempurnakan berdasarkan nalar manusia.
4.1. Rasionalisme dan Individualisme (Jalur Kapitalis)
Kapitalisme lahir sebagai konsekuensi langsung dari berkembangnya Rasionalisme, sebuah ajaran yang meyakini bahwa kemajuan peradaban manusia bergantung pada dikembangkannya kebebasan individual dalam memanfaatkan nalar rasionalnya.
Konsep ini kemudian meluas menjadi prinsip kepemilikan individu terhadap aset-aset strategis, yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan, hak pengelolaan, hingga hak cipta terhadap karya intelektual.
4.2. Rasionalisme dan Struktur Kolektif (Jalur Komunis/Marxis)
Marxisme juga merupakan produk Rasionalisme. Marx menggunakan nalar rasional yang sama untuk menyimpulkan bahwa Individualisme Kapitalis justru menghambat kebebasan sejati yang dijanjikan oleh Modernitas. Marxisme meyakini bahwa potensi pencapaian dan kebebasan individu tidak terlepas dari struktur organisasi sosial yang harus rasional dan berbasis kolektif, terutama terkait dengan sistem produksi.
Bagi Marx, prinsip modernitas yang menghargai kesuksesan personal menjadi sumber ketidakadilan di semua lini kehidupan, sehingga diperlukan revolusi untuk menciptakan struktur kolektif rasional yang lebih adil.
4.3. Sekularisasi dan Kritik Ideologi
Lahirnya Ibu Modernitas juga menandai proses sekularisasi, yaitu pemindahan fokus otoritas dari dogma teologis ke akal manusia. Baik Kapitalisme maupun Komunisme adalah anak kandung dari proses ini.
Kapitalisme memisahkan pasar dari intervensi moral tradisional. Sementara Komunisme secara eksplisit menolak otoritas dogma. Marx menganalisis Kapitalisme tidak hanya melalui eksploitasi material, tetapi juga melalui eksploitasi mental yang disebut ideologi, yaitu "gagasan kelas penguasa" yang menciptakan "kesadaran palsu" di kalangan proletariat.
Kritik terkenal Marx bahwa Agama adalah "candu masyarakat"
V. Sang Kakek: Filsafat Pencerahan (The Enlightenment)
Jika Modernitas adalah ibu, maka Filsafat Pencerahan (The Enlightenment, Abad ke-18) adalah kakek yang memberikan supremasi nalar (Reason) sebagai hadiah silsilah yang paling mendasar. Pencerahan adalah periode historis yang ditandai dengan keyakinan bahwa tatanan sosial dapat dibangun dan diorganisir berdasarkan ide-ide rasional, menentang tradisi monarki atau teologi yang kaku.
5.1. Supremasi Akal dan Revolusi Borjuis
Ide-ide Pencerahan, seperti hak alami, kontrak sosial, dan kebebasan, menyediakan legitimasi filosofis bagi Revolusi Borjuis yang membuka jalan bagi Kapitalisme. Para filsuf Perancis abad ke-18, misalnya, membayangkan masyarakat yang dapat dibangun berdasarkan ide-ide rasional, menempatkan pendidikan dan hukum sebagai kekuatan pendorong sejarah.
Namun, segera setelah revolusi borjuis berhasil, kontradiksi kelas antara kaum kapitalis dan proletariat menjadi lebih nyata.
5.2. Pencerahan sebagai Sumber Senjata Intelektual Marxisme
Marxisme muncul sebagai kritik paling tajam terhadap kegagalan Pencerahan itu sendiri. Pencerahan menyediakan alat (nalar kritis, analisis struktural, dan optimisme tak terbatas terhadap kemampuan manusia) yang memungkinkan Adam Smith merumuskan pasar bebas yang rasional. Alat yang sama persis digunakan oleh Marx untuk merumuskan kritik terhadap pasar bebas tersebut.
Marx dan Engels, sebagai pewaris kritis Pencerahan, berpendapat bahwa ideal-ideal rasional Pencerahan gagal karena mereka menempatkan ide-ide sebagai kekuatan pendorong. Marx mengoreksi ini dengan menyatakan bahwa bukan ide rasional, melainkan perkembangan kekuatan produktif dan perjuangan kelas lah yang menjadi kekuatan pendorong sejarah.
VI. Sang Kakek Buyut: Revolusi Ilmiah (The Scientific Revolution)
Akar paling purba dari genealogi ini, kakek buyut yang memberikan fondasi metodologis, adalah Revolusi Ilmiah (Scientific Revolution, sekitar 1543–1687). Peristiwa ini ditandai sebagai transformasi paling penting dalam sejarah manusia sejak Revolusi Neolitik, mengubah pandangan masyarakat tentang alam melalui perkembangan matematika, fisika, dan astronomi.
6.1. Kelahiran Epistemologi Rasional
Revolusi Ilmiah, yang mencapai puncaknya dengan karya Isaac Newton, mengukuhkan pandangan Rasionalisme Epistemologis. Rasionalisme adalah pandangan yang mengutamakan akal (reason) sebagai sumber utama dan ujian pengetahuan, seringkali bertentangan dengan tradisi atau pengalaman sensorik murni.
Silsilah metodologi berjalan sebagai berikut: Revolusi Ilmiah → Pencerahan → Rasionalisme Modernitas. Rangkaian ini membuktikan bahwa keyakinan pada kemampuan manusia untuk menggunakan nalar deduktif dan menemukan hukum universal yang mengatur alam semesta (dan kemudian, masyarakat) adalah fondasi bersama bagi kedua ideologi.
6.2. Ambisi Ilmu Sosial
Ambisi terbesar yang diwariskan oleh Kakek Buyut ini adalah keyakinan bahwa dunia diatur oleh hukum-hukum universal yang dapat diungkapkan melalui nalar dan ilmu pengetahuan.
Baik Kapitalisme maupun Komunisme mewarisi ambisi ini. Adam Smith, dipengaruhi oleh Nalar Pencerahan (anak Revolusi Ilmiah), berusaha menemukan "hukum alam" yang mengatur pasar (tangan tak terlihat). Demikian pula, Karl Marx berusaha menemukan "hukum gerak" Kapitalisme yang historis dan logis, yang secara ilmiah meramalkan keruntuhan sistem tersebut dan munculnya Komunisme.
Kapitalisme dan Komunisme adalah upaya besar untuk menciptakan ilmu sosial yang setara dengan fisika Newton. Mereka berbagi semangat revolusioner Kakek Buyut: sistem yang dominan harus digulingkan atau dihancurkan jika nalar dan bukti menunjukkan ketidaksesuaian atau ketidakadilan.
VII. Kesimpulan: Genealogi Tunggal Proyek Modernitas
Berdasarkan analisis genealogi struktural, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa tesis mengenai Kapitalisme dan Komunisme sebagai saudara kandung adalah benar secara fundamental. Mereka adalah dua respons dialektis dan struktural terhadap satu kondisi peradaban yang sama, yaitu Proyek Modernitas.
Kapitalisme dan Komunisme tidak lahir dari tradisi yang berbeda; mereka adalah anak kembar yang dilahirkan oleh Ibu Rasionalitas Modern dan dibesarkan oleh Bapak Ekonomi Politik Klasik, yang bertengkar hebat mengenai warisan Pencerahan.
Sintesis Genealogi Intelektual Kapitalisme dan Komunisme
Posisi dalam Silsilah | Nama Intelektual/Historis | Karakteristik Utama | Konsep Kunci yang Diwariskan |
Saudara Kandung | Kapitalisme vs. Komunisme (Marxisme) | Antitesis dialektis; perebutan kendali hasil Modernitas. | Proyek Globalisme, Transformasi Radikal, Nalar Ilmiah |
Sang Bapak | Kapitalisme Industrial Abad ke-19 | Sistem produksi kelas yang didasarkan pada akumulasi dan eksploitasi. | Teori Nilai Kerja (LTV), Nilai Surplus, Struktur Kelas |
Sang Ibu | Modernitas dan Rasionalisme | Keyakinan pada nalar manusia, sekularisasi, janji kemajuan. | Kebebasan Individual, Keyakinan pada Transformasi Sosial |
Sang Kakek | Filsafat Pencerahan (Abad ke-18) | Supremasi Akal, Optimisme Sosial, Kritik Otoritas Tradisional. | Hak-hak Manusia, Ide Masyarakat Ideal yang Dapat Dibangun |
Kakek Buyut | Revolusi Ilmiah (Abad ke-16/17) | Kelahiran metodologi ilmiah modern dan epistemologi rasional. | Rasionalisme Epistemologis, Pencarian Hukum Universal yang Mengatur Realitas |
Perbedaan utama antara keduanya bukanlah pada ambisi mereka (keduanya menginginkan masyarakat yang maju, global, dan rasional), melainkan pada diagnosis mereka tentang apa yang menghambat kebebasan sejati yang dijanjikan oleh Modernitas. Kapitalisme melihat penghalang terletak pada intervensi dan ketidak-efisienan, sementara Komunisme melihat penghalang terletak pada struktur kepemilikan kelas.
Meskipun Kapitalisme secara ideologis "memenangkan" Perang Dingin, kritik Marxisme terhadap Kapitalisme (terutama keterasingan, ketidakadilan, dan krisis periodik) tetap relevan karena kritik tersebut berasal dari kontradiksi internal yang belum terselesaikan dari proyek Modernitas itu sendiri. Kegagalan Komunisme historis (Stalinisme) tidak berarti kritik dasarnya tidak valid; melainkan menunjukkan betapa sulitnya mewujudkan janji rasionalitas kolektif tanpa jatuh ke dalam bentuk otoritarianisme lain yang juga merupakan produk nalar modern terpusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar